Kamis, 02 Desember 2010

Tak hanya sabar tapi butuh ketulusan

,
Senja kilau matahari kian meredup, burunng-burung kembali kesarang mereka. Para pekerja itu kian absen untuk segera pulang dan berkumpul dengan keluarga mereka. Anak-anak sekolah kian berlari karena usai sudah pelajaran hari ini. Tapi tidak dengan jiwa yang telah padam ini, aku hanya termenung. Dan apakah telah hilang apa yang dulu membuat aku semangat? Tak adakah lagi? Tak apa, semoga saja ini yang terbaik untuk aku dan semua. DIA pasti tahu yang terbaik untuk hamba seperti aku ini, yang aku butuhkan. Kilauan bintang malam ini tak hanyal membuat langit tempat aku berdiam menjadi terang. Tak ada lampu dari energi bumi, tapi lampu dari ALLAH yang selalu menyinariku. Tak mungkin aku berpaling dari nikmat ini,Alhamdulillah.

Walau bintang kian terang, hati ini belum cukup tenang untuk kembali meneruskan perjalanan panjang ini. Aku butuh tongkat yang mampu menuntunku sampai tujuanku. Tongkat selain dari YANG MAHA ESA,dan UtusanNYA. Tapi tongkat yang mampu tunjukkan jalan bagiku saat diri ini khilaf salah jalan. Salahkah aku inginkan itu? Aku yang rapuh ini sangat rentan terhadap bisik-bisik yang sebenarnya aku sendiri tak mengerti. Apalagi terbatasnya mata ini untuk mengetahui yang tak nampak, hati yang tak selalu menjadi kuat, jauh dari sempurna. Sempurnanya manusia yang paling sempurnapun hanya sebagian debu dari gurun gobi,lantas seperti apa aku ini? Mungkin bakteripun tak cukup kecil menerjemahkan diri.
Kapan pagi ka datang untuk memberi kembali harapan? Kuharap pagi kelak kan membawa apa yang aku cari. Walau tak serupa tapi ku yakin itu pilihan Tuhan, pilihan untuk hamba ini. Tapi pagi itu tak kunjung datang, hanya pagi-pagi dengan kesilauan mentari yang muncul di depan mata lemah ini. Kesabaran, itu yang ingin ditunjukkan pagi itu dari ILLAHI untuk aku. Ya sabar kata pendek yang sangat besar maknanya, harus bisa. Karena kesabaran akan berujung pada kebahagiaan yang kekal di alam yang belum pernah dilihat. Malam panjang ini tak boleh aku sia-siakan hanya dengan keluhan-keluhan yang tak berguna. Pasti ada hal lain yang bisa aku lakukan,tentu hal yang lebih baik dari sekedar keluh.
Sejuk subuh kan selalu kurindukan bersama datangnya nikmatNYA, terdengar iringan malaikat yang turun dan naik. Malaikat yang selalu berdzikir padaNYA, yang membawa berkah pagi dariNYA. Untuk itu ku siapkan diri untuk menyambut pagi sebisa diri menjadi yang terbaik, hanya untuk DIA. Terurai air mata bukanlah suatu yang hina, sebab diri ini tlah hina dan penuh dosa. Mungkin saja semua air mata ini tak mampu mengubah segala, tapi sedikit jua sudah tak apa. Karena kuyakin DIA Maha Pengasih lagi Penyanyang. Tempat berserah atas segala mesalah, mengadu, dan segala bentuk kebimbangan. Aku mohon tuntun kaki kecil ini untuk melangkah.
Akhirnya mentari muncul kembali,waktu untuk kembali merajut sendi-sendi untuk bergerak ke kiblat. Pelan tak apalah asal niat telah terukir jelas dan rapi dalam diri. Hingga batas waktuku bisa menghirup O untuk mengisi kembali aliran darah, aku akan bersabar jalani ini. Tak ada ragu akan keadilan dan janji PAMILIK NYAWA ini. Tetap tersimpul mati dalam hati tak akan terlepas oleh keraguan. Kulanjutkan perjalanan ini, langkah demi langkah terjalin irama dengan tempo yang indah. Karena aku juga tahu teman-temanku tak akan mau melihatku terhenti begitu saja. Kekuatan yang aku miliki juga bersatu dari apa yang telah mereka berikan padaku. Keikhlasan mereka tidak kan mampu aku membalasnya, kelak akan menjadi pendamping mereka saat mereka tak mampu lagi bersaksi dengan kata dari mulut mereka.
Tepat saat matahari di atas kepala,tak ada yang terpikir untuk keputusasaan. Benahi diri untuk menghadapi yang akan ataupun sedang di hadapi, besar kecil tetaplah ada makna yang harus aku temukan. Saatnya diri kembali menghadap pada apa yang diyakini, untuk kembali menghadap Sang Maha Besar. Untuk meminta kekuatan dari kelesuan jiwa, dengan segala kepasrahan padaNYA. Dan kini ku mulai pencarian ilmu pada guru-guru yang belum perrnah ku bayangkan sebelumnya.

Seekor ulat telah mengajarkan aku akan kesabaran yang nyata, yang sangat sulit dilakukan. Untuk mendapatkan apa yang diinginkan seekor ulat rela bersabar diri lama berpuasa dan menutup diri dalam kepompong. Apa yang dilakukan ulat dalam kepompong? Ulat berdo’a dan bermunajat kepada Sang Pencipta akan apa yang di inginkannya,yaitu menjadi kupu-kupu,dengan penuh kesabaran. Tak btuh waktu yg cepat untuk ulat mendapat apa yang ia inginkan tapi tetap sabar itu yang di tunjukkan ulat. Setelah apa yang ia dapatkan lantas ulat pun berbagi kegembiraan pada semua makhluk tak terkecuali manusia. Bentuk baru sang ulat menjadi penghias alam dan tengah menebar kebahagiaan.

Ular adalah yang kutemui setelah aku beranjak dari ulat yang tengah menunjukkan kesabaran. Bersama ular aku temukan arti sesungguhnya dari makna pengorbanan. Ular yang terkenal sebagai hewan yang cukup berbahaya ini mempunyai sifat yang sangat luar biasa. Induk ular rela mati untuk kehidpan anak-anaknya. Sang induk mengorbankan hancurnya tubuh untuk memberi tahukan anaknya akan keindahan alam ini. Tak sedikitpun terdapat rasa pamrih untuk apa yang mereka sayangi, walau kelak anaknya pun tak ingat lagi pada ia. Yang utama adakah hidup anaknya, bukan pembalasan dari sang anak.

Semut telah menyambutku setelah aku mendapat keadaan yang tak ku duga. Semut tak pernah hidup dalam kesendirian, koloni adalah utama bagi mereka. Tak ada aku, tapi kami. Bukan hanya itu,semut selalu ingat pada teman-temannya, dimanapun mereka bertemu akan saling sapa dan salam. Dan dengan itu mereka membangun kekuatan sampai mampu bertahan dalam lingkungan yang tak bersahabat dengan mereka. Bagai sebuah lidi yang rapuh akan menjadi kuat apabila disatukan. Dan yang tidak kalah hebat adalah semut mampu untuk disiplin, hingga dapat membentuk barisan yang panjang tanpa harus saling bertengkar.

Dan akupun kembali pada apa yang tengah aku pikirkan pada awalnya. Sebab senja kembali menutupi mataku,kenapa begitu cepat? Aku tahu senja kan datang, tapi kenapa secepat ini datang padaku? Astagfirullah, ternyata memang diri ini tak sangkup membuat apa yang tenama waktu depan. Apa yang ku kira hinggap dalam beberapa saat lagi ternyata telah merasuki diri. Walau tubuh ini belum mampu untuk menghadapi apa yang telah tejadi, aku berusaha untuk menghadapi. Meski diri akan terkikis pelan-pelan aku rela untuk kebaikan semua. Dan apakah senja ini pula aku harus tidur untuk selamanya? Sebelum aku mampu untuk mewujudkan pada diri segala apa yang aku terima hari ini?
Akhir dari segala perjalanan pajang bukanlah akhir dari kekuatan kita yang telah tertanam. Meski kian rapuh diri ini, tapi masih banyak hal yang belum aku ketahui akan alam milik Tuhan. Hingga lirih suara alam membisikkan padaku akan kalimat-kalimat tanya yang tak sanggup aku pertanyakan dulu. Matahari yang selallu muncul hangatkan bumi, keindahan pelangi yang tak kan berujung sampai bumi. Bagaimana aku menjelaskan pada bisikan ini sedang aku tak mengerti? Senjaku kian padam berubah menjadi malam yang tanpa bitang yang menemani seperti sedia kala. Ternyata memang benar aku belum siap menerima ini semua,tak sanggup rasanya hidup tanpa bintang yang selama ini memberikan senyuman.
Kututup mata untuk mengakhiri kelemahan diri malam ini tanpa satu hal dalam hati. Akupun tak tahu apa ketika malaikat mengagetkan ku besok pagi aku masih bisa membuka kelopak ini atau tidak. Kupasrahkan segalanya kepadaNYA, hidup, mati, ibadahku, dan semua yang aku miliki di dunia ini. Hingga saat ini, sampai saat ini aku bersyukur akan nikmatMU. Dan tertutuplah segala apa yang aku dapatkan hanya genggamanMU.





(FROM : 2=03)

0 komentar to “Tak hanya sabar tapi butuh ketulusan”

Posting Komentar

 

AE65 Copyright © 2011 | Template design by O Pregador penyesuaian by ae65 disain| Powered by Blogger

Selamat datang di Blog Kang Ismet. Ini hanya contoh dialog box sederhana dengan jQuery. Untuk membuatnya, silahkan fahami sedikit demi sedikit, jangan terburu-buru.
OK